Labels

Blog Archive

Categories

Popular Posts

Protection

Blogger templates

Blogger templates

Popular Posts

Skip to main content

Cerita Pendaki #4: Kabut Tebal Gunung Sumbing

Tahun 2000, saya masuk SMA dan saya mantap akan mengikuti sispala (siswa pencinta alam) di sekolah baru saya. Saya tidak akan bercerita banyak mengenai organisasi sispala, saya akan tetap fokus menceritakan pengalaman-pengalaman saya dalam mendaki gunung. Masuk sispala tentunya mendapatkan teman-teman baru yang punya minta yang sama seperti saya, yaitu mendaki gunung. Bukan hanya teman-teman yang akan masuk sispala, saya jadi kenal dengan senior-senior yang lebih berpengalaman naik gunung.
Libur pertama sekolah, masih tahun 2000 bulannya saya sudah lupa, mungkin di September atau Oktober. Senior kelas tiga akan melakukan ekspedisi susi di Jawa Tengah, saya belum familiar dengan istilah susi bahkan saat ini pun istilah susi tidak banyak yang menggunakannya. Susi ternyata sebutan para senior untuk gunung Sumbing dan Sindoro. Keduanya merupakan gunung diatas 3000 MDPL bahkan Gunung sumbing merupakan Gunung tertinggi ketiga di pulau jawa. Karena mendapatkan tawaran untuk bergabung, tentu saja kesempatan itu tidak saya sia siakan dan memutuskan ikut dalam ekspedisi tersebut.
Total anggota yang ikut dalam pendakian adalah sembilan orang, tujuh orang kelas tiga, satu orang kelas dua dan satu orang lagi kelas satu yaitu saya. Saya berangkat menggunakan kereta ekonomi dari Tasikmalaya menuju Yogyakarta. Kereta ekonomi saat itu belum seperti sekarang, jangankan untuk duduk, bisa masuk ke gerbong saja sudah beruntung. Bayangkan saja KRL di Jadebotabek pada jam sibuk, kemudian semua penumpang nya bawa barang-barang untuk keluar kota, kira kira seperti itulah gambarannya. Saya menggunakan kereta malam dan sampe pagi hari di Yogyakarta, perjalanan dilanjutkan menggunakan bus menuju magelang dan disambung menggunakan bus kecil menuju wonosobo dengan tujuan berhenti di temanggung. Ya, jalur yang dipilih adalah jalur garung untuk sumbing dan jalur kledung untuk sindoro. Tim memutuskan untuk mendaki gunung sumbing terlebih dahulu karena menurut referensi pendakian gunung sumbing lebih berat dibanding dengan pendakian gunung sindoro.
Tiba di basecamp garung siang hari, waktunya makan siang. Saya makan siang dengan membeli nasi dan lauk pauk yang ada di basecamp. Saat itu dijelaskan di basecamp bahwa jalur yang tersedia dari garung ada dua, jalur lama dan jalur baru. Karena kedua jalur masih digunakan saya memilih jalur lama, pertimbangannya tentu saja jalur lama kemungkinan jalur nya sudah jelas dan tidak rawan tersesat. Pendakian dimulai sekitar jam dua siang.
Hampir setengah Trek gunung sumbing saat itu adalah perkebunan dengan tanah gembur yang cukup menyulitkan saat kemiringan 70-80 derajat. Tidak ada pohon untuk pegangan sepanjang jalur kiri kanan hanya kebun sayuran tidak ada vegetasi lain, disepanjang jalur perkebunan keberadaan pohon bisa dihitung dengan jari. Saat matahari terbenam kami masih berada di jalur perkebunan dan memilih untuk meneruskan perjalanan, menghabiskan trek perkebunan dengan target sampai camp sedekat mungkin dengan puncak.
Pada malam hari, cahaya senter pendaki di gunung sindoro terlihat dengan jelas, sepertinya pendakian gunung sindoro lebih ramai dari gunung sumbing saat itu. Setelah berhasil melalui trek perkebunan saya disambut vegetasi rendah yang jarang, hal yang cukup mengagetkan karena dalam pikiran saya gunung tertinggi ketiga di pulau jawa akan memiliki hutan yang lebat atau ya setidaknya pohon-pohon yang bisa melindungi pendaki saat berjalan disiang hari. Kondisi hampir semua tim cukup lelah dan belum makan malam, sempat terjadi diskusi apakah akan istirahat memasak dulu kemudian lanjut berjalan lagi untuk mencapai target semula atau bukan tenda saja dan melanjutkan perjalanan besok pagi. Saya kemudian melihat ke arah gunung sindoro dan sekilas puncak sindoro masih diatas posisi saya saat itu, dengan kata lain posisi saya saat itu masih jauh dari puncak sumbing karena puncak sindoro yang tinggi nya dibawah puncak sumbing saja masih berada diatas tempat saya berada saat itu. Semua sepakat juga untuk camp karena dapat juga posisi buka tenda yang pas diantara vegetasi-vegetasi rendah dan terlindung dari angin kencang.
Jam lima pagi, Saya melanjutkan perjalanan ke puncak sumbing setelah berjalan satu jam saya bertemu dengan tim lain yang baru turun dari puncak, saya sempat bertanya-tanya jam berapa mereka naik sementara sepagi itu mereka sudah turun kembali. Kemungkinan yang paling mungkin mereka naik dari jalur lain dan turun ke jalur garung. Saya hitung sekitar dua jam untuk sampai puncak dari tempat kami camp. Saat itu kabut sangat tebal, jarak pandang sangat terbatas, saya sempat mengambil foto dengan latar belakang kabut tebal dan saat hasilnya dicetak tidak beda dengan foto di studio dengan latar tembok putih.
Kabut yang sangat tebal membuat saya tidak berlama-lama dipuncak, dan benar saja keputusan yang sangat tepat, baru sekitar lima belas menit berjalan turun saya disambut hujan badai, tanpa jas hujan pilihan yang paling baik saat itu adalah terus berjalan menuju tenda dan terus berjalan akan membuat tubuh tetap hangat. Mungkin inilah alasan tim pendaki lain sejam yang lalu sudah turun dari puncak. Semakin berjalan turun badai semakin mereda, saat sampai di tenda badai benar benar reda atau bahkan mungkin badai tidak terjadi di lokasi saya camp, setidaknya itu perkiraan saya karena kondisi tenda yang masih dalam posisi semula dan hanya basah akibat embun saja.
Setelah mengganti baju yang basah, makan dan packing saya turun kembali ke basecamp garung dan sampai di sekitar jalan raya jam setengah tiga sore. Istirahat dan bersih-bersih di mesjid sambil menunggu waktu ashar..



Comments